Yang cukup menjadi menjadi tanda tanya, dari sekian ratus pedagang yang ada dengan menempati lapak diberbagai sudut alun-alun ternyata hanya didominasi pedagang dari luar daerah seperti Solo, Sragen, Madiun dan Ponorogo. Untuk pedagang yang asli lokal Ngawi biasanya tidak kebagian jatah lapak sebagaimana yang sudah dibagi dengan seribu alasan. “Sekitar satu minggu sebelum pembukaan pasar malam saya sudah berusaha mendapatkan satu petak lapak namun katanya sudah dibooking dari pedagang sebelumnya,” terang Mukidi, salah satu warga Ngawi, Senin (18/6).
Dijelaskanya, Mukidi mengaku yang tiap hari jualan mainan anak-anak ini harus pasrah ketika tidak mendapatkan lapak kurang dari 4x3 meter yang ada di bahu jalan sekitar alun-alun. Menurutnya sangat kecewa dengan pihak Disporabudpar Kabupaten Ngawi yang mempunyai kewenangan membagi lapak dengan nilai sewa antara Rp 150 ribu sampai Rp 250 ribu. “Seandainya jauh hari ada pengumuman dari Disporabudpar dengan mencatumkan nilai sewa lapak dan diberi batas akhir pendaftaranya saya kira tidak bakal terjadi demikian ini,” ungkap Mukidi dengan nada kecewa.
Tambahnya, pembagian lapak jelas ada oknum tertentu yang secara sengaja mengatur harga dan jumlah penyewanya yang kemungkinan main mata dengan Disporabudpar. “Coba, silahkan lihat perputaran uang dalam satu hari saja dari alun-alun ini berapa jumlahnya dan itupun hanya terserap untuk pedagang luar daerah,” urainya.
Carut marutnya sistem sewa lapak kian menuai kritikan tajam dari berbagai pihak. Agus Wiyono, anggota Komisi I DPRD Ngawi yang membidangi kemasyarakatan menilai pembagian lapak harus diseimbangkan dengan nilai ekonomisnya bagi warga Ngawi. Ungkapnya, kalau saja ada tranparansi antara warga lokal Ngawi dengan Disporabudpar besar kemungkinan tidak ada kecemburuan sosial, terlebih dampaknya pada taraf perekonomian warga Ngawi.
“Percuma saja berbagai program yang digelontorkan dari pemkab untuk mengentaskan kemiskinan tidak dibarengi keterbukaan, tanpa disadari kalau saja persentase pedagang lebih banyak dari orang Ngawi kan secara tidak disadari merupakan bagian dari pengentasan kemiskinan kok malah bertolak belakang,”jlentreh legislator dari PAN ini. (pr)
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda