Seperti yang terjadi di DesaTeguhan, Kecamatan Paron, Minggu (17/6), beberapa petani mengaku hanya bisa menjual dengan kisaran Rp 2.800-3.000 per kilogram untuk gabah kering panen (GKP). Harga itu lebih rendah dari standar HPP untuk gabah sebesar Rp 3.300 per kilogram. "Para tengkulak gabah biasanya hanya membeli tidak kurang dari Rp 3.000 per kilogram meskipun kwalitas gabah saat ini cukup baik,” kata Harianto, salah seorang petani di Desa Teguhan.
Menurut Harianto, petani menilai pemerintah tidak ada upaya mengamankan harga yang mulai turun sejak awal musim panen tahun ini. Ketika panen terus berlangsung terbukti harga gabah harganya merangkak turun. Sehingga akhir-akhir ini petani mengeluhkan anjloknya harga gabah kering dengan demikian petani terancam tidak bisa mengembalikan biaya produksi pada musim tanam sebelumnya.
“Meskipun harga anjlok terpaksa ya kita jual karena modal awalnya kita sudah ngutang pada bank,” tambahnya. Anjloknya harga gabah kering di sejumlah daerah sentral padi diduga bertepatan dengan panen raya. Panen yang serempak berdampak membanjirnya stok padi diseluruh gudang penyimpanan dari para tengkulak sendiri. Hal inilah yang disinyalir mengakibatkan harga gabah masih belum sesuai dari HPP.
Keluhan yang dirasakan dari petani seiring dengan naiknya harga beras yang menembus kisaran Rp 8.500 per kilogram tidak memberikan keuntungan bagi petani. “Jadi yang kita rasakan dengan kenaikan harga beras biasanya malah harga gabah anjlok, kemungkinan besar ada permainan dari para tengkulak yang secara sengaja memonopoli petani,” beber Harianto.
Namun, dari sumber yang tidak mau disebutkan yang membuat harga beras naik ketika harga gabah turun yang menjadi titik persoalan adalah rendeman padi yang semakin sedikit jadi ketika gabah mulai dikeringkan selanjutnya diolah menjadi beras yang dihasilkan sedikit. Belum lagi biaya penjemruan dan pengolahan yang berdampak pada harga beras otomatis akan naik. (pr)
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda