media online pemberitaan kabupaten ngawi
Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 30 Juli 2012

Home > > Perlahan Tapi Pasti: Bumi Kripik Bakal Sekarat

Perlahan Tapi Pasti: Bumi Kripik Bakal Sekarat

| SINAR NGAWI™ | portal pemberitaan Ngawi| Berita | Kabar | Warta | info | NEWS | terbaru | terkini | hari ini | LPSE NGAWI |NGAWI ™ Produsen tahu dan tempe di wilayah Kab. Ngawi, jelas kelimpungan, lantaran terus dihajar melonjaknya harga kedelai yang mencapai 25% lebih sejak memasuki bulan Ramadhan. Apesnya, pemerintah setempat dengan dinas terkaitnya seakan tak ambil pusing mendasar alasan bahwa ini masalah nasional dan sudah menjadi urusan pemerintah pusat.

''Kedelai yang tadinya hanya seharga Rp 5.800 hingga Rp 6.200 per kg, kini menjadi Rp 7.500 hingga Rp 8.300 bahkan lebih, kenaikan harga ini kali ini sangat menyulitkan kami,'' kata Mesirah (58 th), seorang perajin tahu di Desa Gelung, Kecamatan Paron, Minggu (29/7).

Mesirah menyebutkan, harga kedelai yang mengalami kenaikan adalah kedelai yang diimpor dari AS. Kebanyakan perajin tahu dan tempe memang menggunakan bahan baku kedelai impor, karena tahu dan tempe yang dihasilkan memang menjadi lebih baik. ''Kalau menggunakan kedelai lokal, jumlah tahu yang dihasilkan hanya sedikit daripada kalau menggunakan kedelai impor,'' jelasnya.

Dia sendiri tidak tahu dengan permasalahan yang sebenarnya, kenapa harga kedelai impor tersebut cukup melambung harganya. Menurutnya, jika perajin tahu membeli 1 ton sekaligus, maka penjual kedelai bisa memberi korting sehingga perajin bisa membeli dengan harga Rp 7.000. Tapi kalau membeli secara eceran, maka harganya naik menjadi Rp 7.500 per kg.

Menyikapi kenaikan harga tersebut, beberapa perajin melakukan berbagai kiat agar produksi tahunya tetap bisa dibeli para konsumenya dengan berbagai variasi. Ada yang memperkecil ukuran tahunya, namun ada juga yang menaikkan harga. Misalnya, tahu yang sebelumnya dijual Rp 300 per biji, dinaikkan menjadi Rp 400 per biji. ''Kenaikkannya ditekan sekecil mungkin, agar pelanggan tidak lari dengan cara kita seperti itu'' urainya.

Mesirah, menyatakan desanya selama ini memang dikenal sebagai sentra perajin tahu. Di desa tersebut, tercatat sekitar 20 lebih warga yang bekerja sebagai perajin tahu. Mengenai soal kenaikan harga kedelai, dia mengaku belakangan memang banyak mendapat keluhan dari perajin tahu soal lonjakan harga kedelai tersebut.

“Para pengrajin tahu sekitar sini ya pada mengeluh, karena harga bahan baku tahu yakni kedelai melonjak cukup tinggi. Tapi kami tidak dapat berbuat apa-apa yang bisa kami lakukan, hanya melaporkan masalah ini ke pemerintah nantinya misalkan kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Ngawi,'' katanya.

Diakuinya Mesirah, selama 30 tahun menjadi pengrajin tahu baru lima tahun kebelakang kenaikan bahan baku kedelai sulit di prediksi. ‘’Kalau pada era dulu jaman Presidenya Pak Harto kondisi pengrajin tahu umumnya lumayan baik untuk mencukupi kebutuhan keluarga, memang pada masa itu harga kedelai cukup stabil tidak seperti sekarang ini,” pungkasnya.(pr)

Berita Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Terima-kasih atas partisipasi anda