Kekeringan yang melanda di sejumlah desa di Kabupaten Ngawi dalam dua bulan terakhir ini mulai menimbulkan kerugian. Hampir puluhan hektar lahan tembakau berumur 60 hari milik warga Desa Teguhan, Kecamatan Paron, tampak layu lantaran kekurangan air.
“Karena hujan belum turun-turun yang jelas tanaman tembakau ini terancam gagal panen, dan dampaknya pertumbuhannya lambat, daunnya pun berubah menguning disertai keriting dan layu,” papar Hariyanto, seorang petani tembakau asal Dusun Sulursewu, Desa Teguhan, Minggu (2/9).
Hariyanto mengatakan, kekeringan yang telah dirasakannya sejak dua bulan ini, membuat petani tembakau di desanya mengalami kecemasan. Hampir seluruh sumur pompa bertenaga diesel milik warga debit airnya mulai menurun. “Sebetulnya masalah air kita ada misalkan dari sumur pompa itu namun, biayanya pun juga mahal setiap jamnya,” tandasnya lagi.
Dalam kurun dua bulan Hariyanto mengaku sudah memulai panen tembakaunya. Akan tetapi harga tembakau sendiri langsung anjlok lantaran kwalitasnya kurang baik. Seperti yang dijelaskanya, pada panen pertama dan kedua dengan luas lahan tembakau milik Hariyanto sekitar 1,5 hektar hanya mampu menghasilkan 250 kilogram daun basah. Padahal menurutnya daun yang masih basah harus diproses terlebih dahulu menjadi kering kemudian baru dirajang.
“Harganya untuk tembakau kwalitas baik hanya dihargai Rp 25 ribu sedangkan dengan kwalitas sedang sekitar Rp 21 ribu,” ungkapnya lagi. Yang membuat petani tembakau kelabakan saat ini selain dilanda kekeringan juga akibat menurunya harga yang cukup dratis.
Padahal seperti panen sebelumnya petani tembakau di Desa Teguhan secara minimal bisa mengembalikan biaya produksi dengan harga Rp 35 ribu sampai Rp 45 ribu. “Terpaksa hanya bisa pasrah dengan kondisi seperti ini, dulunya saya ini petani padi ingin merubah nasib dengan menanam tembakau malah bangkrut,” pungkas Hariyanto. (pr)
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda