Diurai Maryoto, Ketua Komisi I DPRD Ngawi yang membidangi hukum dan pemerintahan saat public hearing, mengakui memang perumusan lebih mudah dari pada implementasinya. Akan tetapi sesuai janjinya secara komperhenship akan melakukan evaluasi sesuai perannya.
Selain itu muatan-muatan draf raperda inisiatif terlihat masih adanya ketimpangan lagi ketika memasuki pembahasan raperda menyangkut pelestarian sumber mata air dan pengelolaan air tanah.
Dalam item yang termaktub pada pasal 30 diantaranya mengatur tentang pelarangan kegiatan pengeboran, penggalian, kegiatan lain pada areal radius 200 meter dari lokasi pemunculan sumber mata air, pada draf ini khusunya perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam lagi.
Sesuai fakta lapangan seperti yang disampaikan peserta public hearing yang mengkritik adanya penebangan hutan pinus yang jaraknya hanya beberapa meter dari sumber mata air di Desa Umbulrejo, Kecamatan Jogorogo sama sekali tidak ada yang memikirkan dampak dikemudian hari.
Padahal menurut peserta hearing, sumber mata air tersebut digunakan sebagai irigasi di dua kecamatan termasuk Jogorogo dan Kedunggalar kalau terjadi pembiaran secara permanen di khawatirkan kelestarian sumber mata air bakal terancam.
Menurut Anton Budi Himawan, anggota Komisi IV DPRD Ngawi mengakui selama ini pihaknya dalam perumusan belum melibatkan lembaga lain seperti Kementerian kehutanan. Dengan pembahasan raperda inisiatif yang kurang maksimal ini yang outputnya juga akan berpengaruh pada masyarakat bisa dimungkinkan akibat dari peran legislative dalam mengawal kebijakan pemerintah masih lemah.
Jadi peran DPRD Ngawi sesuai fungsinya termasuk legislasi, pengawasan dan budgetting dalam menanggapi lima raperda inisiatif perlu di optimalkan kembali dan tidak cukup berpangku tangan dalam proses legislasinya yakni jangan sampai menunggu inisiatif dari pemerintah daerah saja. (pr-sn)
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda