Dalam aksinya sambil berorasi membawa poster berisi kecaman serta membawa pocong sebagai pertanda kematian insan pers atas tindakan kesewenangan aparat penegak hukum.
Seperti yang ditegaskan Wardoyo, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI) Jawa Timur, penangkapan terhadap Lusiana wartawan Komperter (Komite Perjuangan Tegaknya Peraturan) dan Mashudi wartawan media cetak mingguan OPSI sebagai tindakan kriminalisasi insan pers.
“Penangkapan terhadap dua wartawan itu jelas permainan pasal-pasal karet seperti contoh penjeratan pasal 335 KUHP tentang pidana padahal kedua wartawan itu sedang melakukan investigasi kenapa dijerat dengan pasal tersebut dan jelas tidak masuk akal dan jelasnya lagi kedatangan kedua wartawan itu kan diundang yang katanya pihak kasek mau memasukan iklan kok malah dijebak ,” terang Wardoyo, kamis (14/2).
Jelasnya, sesuai dengan kebebasan informasi mendasar UU No 18 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik pers sendiri sesuai fungsinya membeberkan dalam hal ini mempublikasikan sesuatu rahasia yang dianggap bertentangan dengan kepentingan publik.
Namun Wardoyo menganggap ada kejanggalan terhadap penjeratan pasal yang dikenakan terhadap dua rekanya, yakni keduanya dianggap telah membuka rahasia internal SDN Kedungputri II, Desa Kedungputri, Kecamatan Paron, Ngawi.
“Yang dimaksud polisi ada unsur-unsur rahasia sekolahan yang dibuka oleh dua wartawan itu, kalau toh wartawan dilarang membuka rahasia berati melanggar undang-undang keterbukaan informasi,” terangnya.
Dirinya selaku ketua DPD KWRI Jawa Timur juga menyayangkan sikap yang dilakukan aparat Polres Ngawi disaat wartawan melakukan tugas jurnalistiknya melakukan investigasi adanya indikasi penyimpangan dana bantuan disebuah lembaga pendidikan malah dijerat pasal pidana.
“Ada seorang wartawan melakukan investigasi terus dijerat dengan pasal 335 KUHP saya kira ngawur itu, dan secepatnya pihak Polres Ngawi ini segera membebaskan terhadap dua wartawan itu secara legowo karena mereka ini tidak salah” kecam Wardoyo.
Wardoyo mengungkap secara kilas balik kasus yang berakhir penangkapan Lusiana dan Mashudi selaku wartawan. Hematnya, kalau Suratman selaku kasek SDN Kedungputri II tidak merasa bersalah dengan indikasi penggelapan dana bantuan seharusnya tidak perlu risih dengan kehadiran wartawan.
“Kalau dia ( kepala SDN Kedungputri II-red) bersih kenapa harus takut, misalkan kalau beritanya tidak benar dia sendiri kan punya hak tolak tapi kenapa endingnya dia menjebak secara hukum supaya wartawan merasa jera di daerah ini,” ulasnya.
Kejadian serupa seperti yang dialami dua wartawan tadi, Wardoyo mencatat ada 4 kasus di Jawa Timur dalam tahun 2012 lalu yaitu Madura, Mojokerto, Sidoarjo dan Malang. Kemudian terkait aksi demo yang dilakukan puluhan wartawan lintas daerah menuntut dibebaskanya Lusiana dan Mashudi pihak Polres Ngawi angkat bicara.
Kasatreskrim Polres Ngawi, AKP.Budi Santoso saat dihubungi media melalui via telepon ketika dirinya berada dalam perjalanan pulang dari Semarang menju Ngawi menerangkan secara singkat. “Kami menghargai tuntutan mereka dan proses hukum kan masih berjalan,” singkat AKP.Budi Santoso. (pr)
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda