“Kita terpaksa rela antri di sini kalau tidak mau sabar yang jelas tidak bakal dapatkan solar,” terangnya.
Ujarnya, kelangkaan solar sudah mulai dia rasakan sejak sepekan sehingga mesin diesel miliknya yang digunakan untuk menggerakan pompa air cukup terganggu apalagi saat ini mulai musim tanam.
Siswanto menjelaskan kalau masalah harga solar masih normal yakni Rp 4.500 ribu setiap liternya. “Kalau kondisi yang sedemikian ini berlarut-larut tanpa ada solusi dari pemerintah kemungkinan roda perekonomian akan tersendat,” ungkap Siswanto.
Terlebih kecemasan warga yang mayoritas petani di wilayah Ngawi ini ditambah adanya puluhan kendaraan roda empat juga ikut mengantri untuk mendapatkan solar.
Tragisnya lagi, nasib sial harus diterima oleh warga yakni ketika sudah antri berjam-jam ternyata solar yang menjadi perburuanya sudah habis.
Kemudian dari pantauan media sesuai informasi dari pengelola SPBU diwilayah Ngawi kelangkaan solar diakibatkan adanya pembatasan minyak solar bersubsidi untuk semua SPBU.
Angkanya pembatasanpun dirasakan cukup signifikan. Biasanya, dalam sehari, sebuah SPBU biasa mendapatkan dua puluh ribu liter solar, kini hanya di jatah sepulu ribu liter untuk dua hari.
Sementara ditempat berbeda Agus Sulistyawan seorang anggota DPRD Ngawi menilai pihak pemerintah khususnya Pertamina dan Disperindag harus turun tangan mengatasi kelangkaan solar bersubsidi.
Bebernya, kepada kedua instansi berwenang tersebut harus melakukan pengawasan ketat terhadap SPBU agar penggunaan solar bersubsidi tepat sasaran. “Mengenai kuota BBM bersubsidi solar seharusnya jangan dikurangi, masak kuota BBM lebih rendah dibandingkan permintaan masyarakat,” kata Agus Sulistyawan. (pr)
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda