“Istilah multi tafsir saat menjabarkan dasar hukum pilkades seperti Perda dan Perbup yang mengatakan gagal dan tidaknya itu kan pihak pengadilan,” terangnya. Selain itu Drs.Siswanto saat disinggung mengenai gesekan proses pilkades dibeberapa desa sebelumnya mempersilahkan untuk melakukan proses hukum.
“Kalau masyarakat memiliki persepsi multi tafsir dan tidak puas dengan kebijakan itu maka bisa memproses lewat pengadilan,” jelasnya.
Paparnya lagi, menyangkut Perda No 09 Tahun 2006 maupun Perbup No 05 Tahun 2007 yang selama ini sebagai acuan dasar hukum pelaksanaan pilkades bisa saja di revisi. Langkah ini urai Drs.Siswanto bisa dilakukan selama ada permasalahan di tingkat kecamatan maupun desa mengalami kebuntuan penyelesaian.
Seperti yang pernah mencuat pada tahapan pilkades di Desa Jenggrik, Kecamatan Kedunggalar pada pertengahan Juni lalu dimana ada dugaan salah penafsiran yang dilakukan panitia menyangkut Perda No 09 Tahun 2006 khususnya bab III pasal 07 ayat 4 dan 5.
Namun demikian Sekda Kabupaten Ngawi ini tidak mengelak kalau toh nantinya terjadi evaluasi terhadap Perda khususnya beberapa pasal tersebut.
“Perda itu punya kewenangan untuk di evaluasi berdasarkan temuan serta persoalan di daerah yang kita usulkan kepada DPRD dan memang ada yang perlu dibahas namun tidak semuanya,” terangnya.
Dan menyangkut pelantikan kepala desa tersebut, pihak Sekda mengaku semua yang ditetapkan sebagai kepala desa sudah mendasar mekanisme sesuai persyaratan.
Seperti kepala desa terpilih dari Desa Kedungputri, Kecamatan Paron secara serempak pada waktu yang sama ikut dilantik.
Hal ini dilakukan meski ada dugaan pihak panitia pilkades setempat menabrak Perda maupun Perbup namun setelah dilakukan pengecekan dari tim kabupaten maupun kecamatan pihak calon kepala desa yang terpilih sudah memenuhi persyaratan.
Kemudian ditempat yang sama Moh Sodiq Kepala BPM dan Pemdes Kabupaten Ngawi mengatakan proses pelantikan kepala desa sendiri terbagi atas empat gelombang.
“Kalau hari ini merupakan tahap ketiga yang dilantik dari sejumlah kepala desa,” kata Moh Sodiq. Sedangkan proses pilkades sendiri sampai pertengahan Juli ini sudah menuntaskan 164 desa dan menyisakan 14 desa. (pr)
1 comments:
Seyogyanya pasal pasal pada PERDA PILKADES atau bahkan PERDA apapun jangan memberikan peluang terjadinya multi tafsir. Konten pada perda harus jelas dan fix, bila ada pasal yg mungkin berpeluang terjadi multi tafsir maka dalam aturan PENJELASAN harus diuraikan sejelas jelasnya.
Pemahaman dan pendapat bahwa "biarlah jalur hukum / pengadilan yg memutuskan" atas sengketa akibat multi tafsir dalam menerjemahkan satu PERDA, menurut saya pemahaman dan pendapat itu sangat tidak BIJAKSANA. Pendapat ini sama saja memberikan peluang terjadinya sengketa pada masyarakat yg menerapkan perda tsb. Kenapa harus dibiarkan bila memang ada pasal yg multi tafsir ? Kenapa harus menunggu terjadi sengketa dan menunggu proses pengadilan yg memutuskan ? Bukankah itu sama saja berarti memelihara satu sumber sengketa.
Kenapa tidak secepatnya ekskutif dan legislatif merevisi saja perda tsb. Bukankah lebih baik melakukan tindakan preventif atas peluang terjadinya sengketa pilkades yang rawan konflik daripada menunggu sengketa berkembang dan menyerahkan pada pengadilan atas dua pihak yg bersengketa yg diakibatkan oleh penafsiran yang berbeda. (yanto, bulak cepit,widodaren)
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda