Awalnya, Joni dengan nomor urut 1 yang merupakan calon tunggal dapat kesempatan menang sebenarnya cukup terbuka saat kancah pilkades sedangkan lawanya nomor urut 2 tidak lebih kursi tanpa calon atau biasa dikenal dengan sebutan bumbung kosong.
Namun realita lapangan mengatakan lain saat proses penghitungan suara berakhir Joni hanya mengantongi 328 suara sedangkan lawanya bumbung kosong menang mutlak meraih 658 suara dan sebanyak 92 surat suara dinyatakan tidak sah.
“Saya ikhlas dengan hasil pilkades memang yang namanya permainan harus ada yang menang dan kalah,” terang Joni. Akan tetapi dirinya tidak menampik kalau toh pilkades berakhir dengan kemenangan bumbung kosong tidak terlepas dari ulah bebotoh atau broker penjudi yang datang dari berbagai daerah.
Sehingga besar kemungkinan hasil pilkades sendiri tidak fair play terlebih Joni mengatakan kalau kubunya sama sekali tidak membentuk tim pemenangan. “Jadi kalau masyarakat memang menghendaki kotak kosong ya silahkan demikian juga kalau mencari surat juga ke kotak kosong,” beber Joni.
Sementara Agus Winarso Ketua Pilkades Banyu Urip mengatakan apapun hasil dari proses pemungutan suara yang telah dilakukan tersebut tetap akan dilaporkan ke BPD untuk di tindaklanjuti oleh Bupati Ngawi.
Sedangkan Kusbandono Camat Ngawi Kota secara terpisah menjelaskan pelaksanaan pilkades yang dimenangkan bumbung kosong untuk proses kedepanya tetap mengikuti aturan Perda No 09 Tahun 2006 tentang tata cara pilkades.
Dan dipastikan proses pilkades bakal digelar lagi pada 2014 mengikuti proses penganggaran dari APBD. “Kalau masalah jumlah suara yang dihasilkan tidak memenuhi kuota itu memang maksimalnya sepuluh hari harus diulang kembali pilkadesnya, tetapi kalau yang menang bumbung kosong dan jumlah suaranya memenuhi target itu lain mekanismenya,” urai Kusbandono.
Dengan kemenangan bumbung kosong yang sebetulnya tidak lazim tersebut membuat beberapa pihak berasumsi lain. Mukshon Hariyadi salah satu pengamat sosial dari Ngawi menilai dalam menentukan pilihanya masyarakat dewasa ini sudah bergeser bukan dari siapa yang ada didepan mata melainkan ke figur.
Dia menuturkan, yang menjadi kebiasaan di daerah lain kalau memang calonya satu terkadang bisa dijadikan sarana alternatif. Yang artinya lebih baik ada pemimpinya daripada suatu wilayah tanpa kehadiran seorang yang paling bertanggung jawab dalam pemerintahan.
“Kalau di Banyu Urip ini besar kemungkinan ada berbagai faktor yang perlu kita pikirkan kenapa yang menang itu bumbung kosong,” jelasnya.
Disini Mukshon menanggapi dari berbagai sisi sosial mulai calon yang ada kemungkinan mempunyai tabiat yang memang tidak di senangi oleh masayarakatnya atau ada figur lain yang sebetulnya diharapkan oleh masyarakat itu sendiri.
Akan tetapi dia menilai besar kemungkinan kegagalan yang hanya satu orang calon ini dipicu hadirnya broker dengan memainkan perananya sebagai ajang judi secara sadar atau sebaliknya tetap akan mempengaruhi suara pemilih. (pr)
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda