NGAWI™ Keberadaan warung internet (warnet) akhir-akhir ini sesuai fakta banyak disalahgunakan. Sederet rentetan pemberitaan terkait warnet dijadikan ajang mesra seolah hal biasa di media massa. Mirisnya, tindakan amoral ini justru dilakukan oleh kalangan anak-anak pelajar dengan memanfaatkan keleluasaan pengawasan pengelola warnet sendiri.
Sesuai pengamatan media langsung ke lokasi, rata-rata mereka bermesraan didalam bilik warnet meskipun perilaku tersebut diketahui oleh pengelola warnet sendiri. Namun anehnya lagi ditempat tersebut situs porno mudah di browsing oleh pelangganya, ketika awak media mencoba tanya kepada pengelola warnet malah menjawab tidak tahu apa yang terjadi kepada pelangganya.
Perilaku negatif dengan memanfaatkan bilik warnet tersebut seolah menjadi fenomena dalam menjalin asmara antar pasangan pelajar. Berjam-jam lamanya mereka asyik bermesraan, siap sewa bilik warnet hanya bermodalkan uang jajan yang mepet.
Memang sudah kelewatan apa yang dilakukan pelajar dewasa ini, sekilas patut diingat tahun 2010 lalu ada tindakan bejat pelajar Ngawi mewarnai pemberitaan di media. Saat itu sebut saja DA salah satu pelajar SMA favorit di Ngawi mengaku pernah melakukan hubungan mesum disalah satu warnet di kawasan Geneng.
Kemudian ditambah, kejadian enam pasang pelajar ditangkap basah oleh petugas kepolisian saat bermesraan didalam bilik warnet pada akhir 2012 lalu disebuah lokasi warnet masuk wilayah Kecamatan Geneng, Ngawi. Sederet kasus asusila yang dilakukan pelajar itu tidak lepas dari regulasi perijinan warnet sendiri yang belum mengikat.
Agus Suhartoyo (45) salah satu pemerhati pendidikan dari Ngawi Kota menyebut hingga saat ini produk hukum menyangkut perijinan warnet masih samar. Dia menilai dengan longgarnya sistem perijinan tidak urung pemilik warnet menyalahgunakan tempat usahanya tersebut.
“Begini pengelola warnet itu kemungkinan tahu kok kalau tempat usahanya dijadikan tempat esek-esek oleh pemakainya terutama pelajar atau ABG lainya, namun dia pura-pura tidak tahu menahu takut kehilangan omzet,” jelasnya, Minggu (29/09).
Urainya lagi meski satu sisi jeratan hukum bagi pelanggar asusila sudah jelas termasuk UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi namun hal tersebut sangat minim efek hukumnya terhadap pengelola warnet.
Agus berharap guna menuntaskan serta meminimalisir kejadian asusila di dalam bilik warnet yang dilakukan pelajar atau siapapun juga harus lahir produk hukum setingkat Peraturan Daerah (Perda).
“Daripada membuat aturan daerah yang ngalor-ngidul tidak jelas implementasinya mending dewan Ngawi ini membikin perda tentang kepemilikan warnet dan ingat hal ini menyangkut masa depan moral generasi muda kita,” pungkasnya. (pr)
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda