Masih menurut Peggy , tindakan seenaknya PKL dengan melakukan penambahan fasilitas lapak dinilai menyalahi prosedur.
“Para PKL sebetulnya sudah menandatangani Tanda Daftar Usaha (TDU) yang didalamnya ada kriteria mulai dari barang daganganya hingga fasilitas kios itu sudah diatur didalamnya,” Jelas dia.
Sementara Yuliani yang mengaku sebagai warga Jalan Teuku Umar merasa risih dengan keberadaan PKL alun-alun yang karut-marut tidak sedap dipandang mata.
“Masak sudah dibuatkan kios oleh Pemkab Ngawi yang sedemikian rupa itu malah ditambah dengan seng dan bekas spanduk jelas kayak pemukiman kumuh saja, makanya tindakan penertiban yang dilakukan Satpol PP itu sudah benar dan sesuai aturan,” jelasnya.
Disisi lain, karut-marutnya administrasi dana restibusi PKL juga mencuat. Peggy membeberkan sebelum dibentuknya UPT, dana restribusi dari PKL yang dipegang serta dikelola oleh paguyuban memang menimbulkan kecemburuan di internal pedagang sendiri.
Mendasar pengaduan beberapa bakul anggota PKL yang mengadu ke UPT pada intinya sudah membayar restribusi kepada paguyuban PKL namun setelah di kroscekan di Disporabudpar ternyata tidak tercantum.
“Yang mengatasnamakan ketua paguyuban itu tidak bisa memberikan solusi dari rekan-rekanya sendiri, seharusnya memberikan contoh yang baik bagaimana bisa berjualan dengan nyaman dan menjadikan UPT ini sebagai mitranya,” imbuh Peggy.
Dengan pengalaman tersebut kontan saja bikin merah telinga Peggy, langkahnya selaku UPT pihaknya langsung menyurati seluruh PKL. Dalam himbauanya, sebagai alat pembayaran restribusi secara sah sesuai TDU yang dikeluarkan oleh dinas bukan lainya.(pr)
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda