NGAWI™ Inilah mulut terowongan yang menuju bawah tanah hingga kedalaman 15M, dimana Heri Priyatno (45) satu dari sekian warga Dusun Pucung, Desa Kasreman, Kec. Kasreman-Ngawi, rutin lakukan aktivitas membuat Pawon tradisional berbahan batu padas. Tentu bukan tanpa bahaya. Nyawa mereka bisa jadi taruhan, bila sewaktu-waktu terjadi longsor.
Meski mulut terowongan terlihat sempit namun kalau sudah masuk kedalam lokasinya terlihat luas yang dilengkapi lampu penerangan bertenaga listrik.
Heri yang sudah 7 tahun menggeluti usahanya yang bisa dikatakan rawan maut tersebut mengaku setiap harinya mampu menyelesaikan tidak kurang dari 13 pawon. Akan tetapi jumlah pawon yang diselesaikan ini juga tergantung pada cuaca serta musim.
“Lubang sepanjang ini mulai saya gali sejak tiga tahun lalu, satu persatu pawon saya selesaikan jadinya makin kedalam terus dan rasa takut atau segala macam itu bagi saya tidak ada,” terangnya, Senin (07/10).
“Kalau musim penghujan jelas tidak sebanyak itu yang diselesaikan karena didalam sini ada airnya ditambah tetesan air dari atas sana,” kata Heri.
Setiap pawon yang sudah jadi dan siap dijual Heri cuma memasang harga Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu tergantung kondisi harga dipasaran. Diakuinya, meski relatif murah namun setiap harinya tidak selalu laku karena kurangnya minat konsumen terhadap pawon sekarang ini.
“Meski kondisinya sepi ya tetap terus membuat kerajinan pawon seperti ini, mau beralih pekerjaan lain jelas tidak ada,” beber Heri.
Buramnya kisah pengrajin pawon sebenarnya tidak lepas dari konversi gas yang diberlakukan oleh pemerintah beberapa tahun lalu.
Efeknya secara lambat laun akan menghimpit para pengrajin pawon yang sudah digeluti secara turun temurun tersebut.
Praktis, keluh kesah tidak urung hanya bagian yang tidak akan diselesaikan oleh pemerintah sendiri. Sebenarnya solusi tetap dinanti oleh mereka seandainya hasil jerih payahnya tersebut mulai ditinggalkan konsumen seiring beralihnya ke gas. (pr)
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda