NGAWI™ M.Fahrudin salah satu tokoh masyarakat Desa Pleset, Kec. Pangkur, Ngawi mengatakan, saat ini beras raskin yang seharusnya diterima masyarakat di 5 dusun tak jelas peruntukannya. Tahu-tahu muncul kwitansi dari pihak dusun dengan nominal uang yang katanya hasil penjualan beras raskin digunakan untuk melicinkan atau ‘nyinggrek’ proyek dari pemerintah.
“Yang jelas uang raskin itu dimanfaatkan untuk momen itu dengan dalil yang tidak masuk akal yakni untuk nyinggrek proyek dan itu semua masyarakat tahu disini,” terang Muhamad Fahrudin, Selasa (24/12).Bahkan yang mengherankan lagi urainya, masalah raskin tersebut sudah mendasar musyawarah semua masyarakat yang ada. Ditambah, semua kepala keluarga (KK) yang ada di 5 dusun dari dusun Pleset 1 sampai Dusun Pleset 5 ditarik iuran yang bervariatif sesuai standart ekonomi masing-masing KK yang dipergunakan untuk melincinkan regulasi proyek.
Untuk setiap warga yang memiliki mobil oleh pihak desa ditarik Rp 50 ribu, pemilik huler Rp 20 ribu dan pemilik sepeda motor Rp 10 ribu. Dana sebesar itu ditarik ke warga oleh petugas pemungut terutama Ketua RT yang disetorkan lagi ke dusun.
Padahal selama ini terang Muhamad Fahrudin pembangunan desanya terutama infrastruktur jalan dialokasikan lewat program PNPM maupun ADD. Meskipun demikian nyatanya pihak BPD setempat juga tidak mengetahui sama sekali kalau penjualan beras raskin yang dialihkan untuk kepentingan proyek desa maupun pungutan iuran ke setiap KK.
“Kelihatanya masalah itu belum di Perdeskan, mestinya kalau di Perdeskan BPD nya itu tahu dan lucunya BPD nya tidak tahu, dan tahunya itu setelah terjadinya penarikan,” bebernya lagi.
Sementara, Totok Midianto Kepala Desa Pleset langsung membantah tidak ada beras raskin dijual dan dananya dialihkan untuk pembangunan desa dan iuran per KK yang dibuktikan dengan munculnya kwitansi berstempel kepala dusun.
“Nggak, nggak ada, kwitansi itu modelnya apa saya tidak tahu,” bantah Totok dengan singkat. Tetapi dalih kepala desa tersebut, iuran yang ditarik dari warga tidak lebih dalam bentuk swadaya dan dananya dikembalikan lagi ke masing-masing dusun untuk pembangunan dan tidak ada hubunganya dengan beras raskin.
Sementara iuran yang ditarik dari warga dalam bentuk swadaya jelasnya tidak perlu melalui mekanisme Peraturan Desa (Perdes). “Kalau masalah swadaya itu kan tidak harus di Perdeskan, itu kan kesepakatan dari dusunya masing-masing, kalau dusun itu terserah bagaimana cara pengelolaanya swadaya,” jelas Totok.(pr)
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda