SN-Media™ Ngawi - Bullying adalah salah satu isu yang makin mendesak untuk dibahas di kalangan masyarakat, terutama di lingkungan sekolah maupun di media sosial. Mengingat, dampak dan akibat yang timbul tak hanya mencelakai individu secara fisik, tetapi juga dapat berakibat fatal secara psikologis.
Demikian paparan dr. Nugrahaningrum, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Ngawi, saat menggelar workshop dengan tema Stop Bullying For Better Living dengan menghadirkan peserta dari siswa-siswi SMPN se-Kabupaten Ngawi.Menurutnya, bullying dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari tindakan fisik langsung seperti pemukulan atau penganiayaan, hingga tindakan verbal seperti penghinaan, serta bentuk sosial yang lebih halus seperti pengucilan.
Dr. Ning, begitu sapaan akrabnya, memberi penjelasan bahwa dalam era digital saat ini, fenomena cyberbullying menjadi semakin marak. Cyberbullying adalah bentuk intimidasi yang dilakukan melalui media digital.
Dia menjelaskan, contoh kasus yang sering terjadi termasuk melakukan panggilan telepon berulang kali tanpa henti, mengirimkan pesan yang berisi ancaman, menyebarkan gosip negatif melalui media sosial, mencuri identitas seseorang untuk membuat akun palsu yang bertujuan merusak reputasi, serta mengunggah foto atau video tanpa izin pemiliknya.
“Termasuk tindakan menyebarkan konten yang tidak pantas juga merupakan bagian dari cyberbullying yang patut dicermati,” tandasnya.
“Dalam bentuk apapun, bullying berdampak negatif pada mental dan emosional anak-anak. Bahkan, dalam beberapa kasus, bullying dapat menyebabkan trauma berkepanjangan atau masalah kesehatan mental yang serius. Oleh karena itu, penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dalam memerangi tindakan ini,” tambahnya kemudian.
Sejatinya, dalam langkah nyata upaya perlindungan anak, Indonesia memiliki sejumlah undang-undang yang mengatur hak dan perlindungan anak dari tindakan kekerasan, termasuk bullying, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan perubahannya melalui UU Nomor 35 Tahun 2014 menjadi landasan hukum yang kokoh dalam melindungi anak.
Bahkan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 menegaskan pentingnya perlindungan anak di lingkungan sekolah. Pasal 54 Ayat 1 dari Undang-Undang Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah, peserta didik, dan/atau pihak lain.
“Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya anak-anak, tetapi juga orang dewasa yang memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak. Tindakan bullying yang dilakukan oleh guru atau pihak sekolah juga harus ditindak tegas agar tidak menciptakan budaya kekerasan,” jelasnya lagi.
Sementara, maraknya kasus bullying, diharapkan pendidikan tentang bullying dan cara penanganannya perlu diperkenalkan sejak dini. Sekolah harus memfasilitasi program-program anti-bullying yang mendidik para siswa tentang pentingnya menghormati satu sama lain dan bagaimana cara melaporkan jika mereka atau teman mereka menjadi korban. Pengawasan yang ketat di sekolah dan penggunaan teknologi yang bijak di media sosial juga dapat membantu mengurangi angka kasus bullying.
“Dengan komunikasi yang baik dan kesadaran bersama, diharapkan lingkungan yang aman dan ramah bagi anak-anak dapat tercipta. Mari bersama-sama kita cegah dan hentikan bullying, demi kesehatan mental dan kesejahteraan anak-anak kita di masa depan,” pungkasnya.
Simak Berita Menarik Lainnya di: Google News dan Chanel Whatsapp
Pewarta: DaM
Editor : Asy
Foto : Dok SNM
Copyright : SNM
0 comments:
Posting Komentar
Terima-kasih atas partisipasi anda